“Maka apabila shalat telah selesai ditunaikan,
bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia (rezeki) Allah dan
ingatlah kepada Allah dengan sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung.”
(QS Aljumu’ah [62]: 10)
Ayat di atas menegaskan bahwa kita diperintahkan
untuk mencari rezeki demi kelangsungan hidup di muka bumi ini. Rezeki,
meski sudah diatur-Nya, tidak akan datang sendiri menghampiri kita tanpa
ada usaha untuk memperolehnya. Perintah bertebaran di muka bumi untuk
mencari rezeki mengandaikan sebuah usaha maksimal, kerja keras disertai
ketekunan dan sikap tawakal kepada Allah SWT.
Islam sangat menjunjung tinggi etos kerja. Bahkan
dalam salah satu sabdanya Rasulullah SAW pernah menegaskan,
“Sesungguhnya, bekerja mencari rezeki yang halal itu merupakan kewajiban
setelah ibadah-ibadah fardhu.” (HR Ath-Thabrani dan Al-Baihaqi)
Jika kerja keras mencari rezeki merupakan kewajiban
seorang Muslim setelah ibadah fardhu, masihkah kita merasa menjadi
Muslim yang baik, ketika dalam jiwa kita masih tersimpan sikap malas dan
tidak mau berusaha?
Selayaknya, ketika ibadah fardhu telah ditunaikan,
kita tempa diri kita dengan cucuran keringat karena bekerja keras. Hanya
dengan cara inilah, kita bisa bangga dan menunjukkan kalau kita
benar-benar seorang Muslim sejati. Seorang Muslim yang sanggup
menghadapi hidup dengan penuh semangat juang yang tinggi, meyakini
rezeki Allah sangat berlimpah dan disediakan bagi siapa saja yang mau
berusaha menggapainya dengan bimbingan-Nya.
Kerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidup, selain
menunjukkan jiwa serta kepribadian seorang Muslim, juga merupakan salah
satu cara untuk menghapus dosa-dosa kita. Rasulullah SAW bersabda,
“Barangsiapa pada malam hari merasakan kelelahan karena kedua tangannya
bekerja pada siang hari, maka pada malam harinya ia diampuni Allah.” (HR
Ahmad)
Dengan demikian jelaslah bahwa tidak ada ruang bagi
sikap malas dalam ajaran Islam. Islam mengajarkan umatnya untuk bekerja
keras, mencari karunia Allah di muka bumi ini dengan sikap gagah,
sabar, dan pantang menyerah. Di sinilah letak ‘izzah–kehormatan, harga
diri, sekaligus jati diri–seorang Muslim.
Sebaliknya, sikap berpangku tangan, selalu
mengharapkan bantuan orang lain, pasrah terhadap keadaan, tidak berusaha
mengubah ke arah yang lebih baik menunjukkan kerendahdirian serta
kehinaan seseorang.
Wallahu a’lam bish-shawab.
0 komentar:
Posting Komentar